Umur siapa yang tahu, demikian juga
seorang pemuda, bagaimanapun kuatnya juga tak bisa mengelak dari hal
tersebut. Kisah nyata ini diceritakan sendiri oleh pelakunya dan pernah
disiarkan oleh Radio Al Qur’an di Makkah al Mukarramah. Kisah ini
terjadi pada musim haji dua tahun yang lalu di daerah Syu’aibah, yaitu
daerah pesisir pantai laut merah, terletak 110 Km di Selatan Jeddah.
Pemilik kisah ini berkata: Ayahku adalah
seorang imam masjid, namun demikian aku tidak shalat. Beliau selalu
memerintahkan aku untuk shalat setiap kali datang waktu shalat. Beliau
membangunkan ku untuk shalat subuh. Akan tetapi aku berpura-pura
seakan-akan pergi ke masjid padahal tidak. Bahkan aku hanya mencukupkan
diri dengan berputar-putar naik mobil hingga jama’ah selesai menunaikan
shalat. Keadaan yang demikian terus berlangsung hingga aku berumur 21
tahun. Pada seluruh waktuku yang telah lewat tersebut aku jauh dari
Allah dan banyak bermaksiat kepada-Nya. Tetapi meskipun aku meninggalkan
shalat, aku tetap berbakti kepada kedua orang tuaku. Inilah sekelumit
dari kisah hidupku di masa lalu.
Pada suatu hari, kami sekelompok pemuda
bersepakat untuk pergi rekreasi ke laut. Kami berjumlah lima orang
pemuda. Kami sampai di pagi hari, lalu membuat tenda di tepi pantai.
Seperti biasanya kamipun menyembelih kambing dan makan siang. setelah
makan siang, kamipun mempersiapkan diri turun ke laut untuk menyelam
dengan tabung oksigen. sesuai aturan, wajib ada satu orang yang tetap
tinggal di luar, di sisi kemah, hingga dia bisa bertindak pada saat para
penyelam itu terlambat datang pada waktu yang telah ditentukan. Akupun
duduk, dikarenakan aku lemah dalam penyelaman. Aku duduk seorang diri di
dalam kemah, sementara disamping kami juga terdapat sekelompok pemuda
yang lain. Saat datang waktu shalat, salah seorang diantara mereka
mengumandangkan adzan, kemudian mereka mulai menyiapkan shalat. Aku
terpaksa masuk ke dalam laut untuk berenang agar terhindar dari
kesulitan yang akan menimpaku jika aku tidak shalat bersama mereka.
Karena kebiasaan kaum muslimin di sini adalah sangat menaruh perhatian
terhadap shalat berjamaah dengan perhatian yang sangat besar, hingga
menjadi aib bagi kami jika seseorang shalat fardhu sendirian. Aku sangat
mahir dalam berenang. Aku berenang hingga merasa kelelahan sementara
aku berada di daerah yang dalam. AKu memutuskan untuk tidur diatas
punggungku dan membiarkan tubuhku hingga bisa mengapung di atas air. Dan
itulah yang terjadi. Secara tiba-tiba, seakan-akan ada orang yang
menarikku ke bawah… aku berusaha untuk naik…..aku berusaha untuk
melawan….aku berusaha dengan seluruh cara yang aku ketahui, akan tetapi
aku merasa orang yang tadi menarikku dari bawah menuju ke kedalaman laut
seakan-akan sekarang berada di atasku dan menenggelamkan kepalaku ke
bawah. Aku berada dalam keadaan yang ditakuti oleh semua orang.
Aku seorang
diri, pada saat itu aku merasa lebih lemah daripada lalat. Nafaspun
mulai tersendat, darah mulai tersumbat di kepala, aku mulai merasakan
kematian! Tiba-tiba, aku tidak tahu mengapa…aku ingat kepada ayahku,
saudara- saudaraku, kerabat-kerabat dan teman- temanku… hingga karyawan
di toko pun aku mengingatnya. Setiap orang yang pernah lewat dalam
kehidupanku terlintas dalam ingatanku… semuanya pada detik-detik yang
terbatas… kemudian setelah itu, aku ingat diriku sendiri..!.!! Mulailah
aku bertanya kepada diriku sendiri… apa engkau shalat? Tidak. Apa engkau
puasa? Tidak. Apa engkau telah berhaji? Tidak. Apa engkau bershadaqah?
Tidak. Engkau sekarang di jalan menuju Rabbmu, engkau akan terbebas dan
berpisah dari kehidupan dunia, berpisah dari teman-temanmu, maka
bagaimana kamu akan menghadap Rabb-mu? Tiba-tiba aku mendengar suara
ayahku memanggilku dengan namaku dan berkata: “Bangun dan shalatlah.”
Suara itupun terdengar di telingaku tiga kali. Kemudian terdengarlah
suara beliau adzan. Aku merasa dia dekat dan akan menyelamatkanku. Hal
ini menjadikanku berteriak menyerunya dengan memanggil namanya,
sementara air masuk ke dalam mulutku. Aku berteriak….berteriak…tapi
tidak ada yang menjawab.
Aku merasakan asinnya air di dalam
tubuhku, mulailah nafas terputus-putus. Aku yakin akan mati, aku
berusaha untuk mengucapkan syahadat….kuucapkan Asyhadu…Asyhadu…aku tidak
mampu untuk menyempurnakannya, seakan-akan ada tangan yang memegang
tenggorokanku dan menghalangiku dari mengucapkannya. Aku merasa bahwa
nyawaku sudah dalam perjalanan keluar dari tubuhku. Akupun berhenti
bergerak…inilah akhir dari ingatanku. Aku terbangun sementara kau berada
di dalam kemah…dan di sisiku ada seorang tentara dari Khafar al
Sawakhil (penjaga garis batas laut), dan bersamanya para pemuda yang
tadi mempersiapkan diri untuk shalat. Saat aku terbangun, tentara itu
berkata:”Segala puji bagi Allah atas keselamatan ini.” Kemudian dia
langsung beranjak pergi dari tempat kami. Aku pun bertanya kepada para
pemuda tentang tentara tersebut. Apakah kalian mengenalnya? Mereka tidak
mengetahuinya, dia datang secara tiba-tiba ke tepi pantai dan
mengeluarkanmu dari laut, kemudian segera pergi sebagaimana engkau
lihat, kata mereka. Akupun bertanya kepada mereka: “Bagaimana kalian
melihatku di air?” Mereka
menjawab,”Sementara kami di tepi pantai, kami tidak melihatmu di laut, dan kami tidak merasakan kehadiranmu, kami tidak merasakannya hingga saat tentara tersebut hadir dan mengeluarkanmu dari laut.”
menjawab,”Sementara kami di tepi pantai, kami tidak melihatmu di laut, dan kami tidak merasakan kehadiranmu, kami tidak merasakannya hingga saat tentara tersebut hadir dan mengeluarkanmu dari laut.”
Perlu diketahui bahwa jarak terdekat
denga Markas Penjaga Garis Laut adalah sekitar 20 Km dari kemah kami,
sementara jalannya pun jalan darat, yaitu membutuhkan sekitar 20 menit
hingga sampai di tempat kami sementara peristiwa tenggelam tadi
berlangsung dalam beberapa menit. Para pemuda itu bersumpah bahwa mereka
tidak melihatku. Maka bagaimana tentara tersebut melihatku? Demi Rabb
yang telah menciptakanku, hingga hari ini aku tidak tahu bagaimana dia
bisa sampai kepadaku. seluruh peristiwa ini terjadi saat teman-temanku
berada dalam penyelaman di laut. Ketika aku bersama para pemuda yang
menengokku di dalam kemah, HP-ku berdering. segera HP kuangkat, ternyata
ayah yang menelepon. Akupun merasa bingung, karena sesaat sebelumnya
aku mendengar suaranya ketika aku di kedalaman, dan sekarang dia
menelepon? Aku menjawab….beliau menanyai keadaanku, apakah aku dalam
keadaan baik? Beliau mengulang-ulangnya, berkali-kali. Tentu saja aku
tidak mengabarkan kepada beliau, supaya tidak cemas. Setelah pembicaraan
selesai aku merasa sangat ingin shalat. Maka aku berdiri dan shalat dua
rakaat, yang selama hidupku belum pernah aku lakukan. Dua rakaat itu
aku habiskan selama dua jam. Dua rakaat yang kulakukan dari hati yang
jujur dan banyak menangis di dalamnya. Aku menunggu kawan- kawanku
hingga mereka kembali dari petualangan. Aku meminta izin pulang duluan.
Akupun sampai di rumah dan ayahku ada di
sana. Pertama kali aku membuka pintu, beliau sudah ada di hadapanku dan
berkata: “Kemari, aku merindukanmu!” Akupun mengikutinya, kemudian
beliau bersumpah kepadaku dengan nama Allah agar aku mengatakan kepada
beliau tentang apa yang telah terjadi padaku di waktu Ashar tadi. Akupun
terkejut, bingung, gemetar dan tidak mampu berkata-kata. Aku merasa
beliau sudah tahu. Beliau mengulangi pertanyaannya dua kali. Akhirnya
aku menceritakan apa yang terjadi padaku. Kemudian beliau berkata:”Demi
Allah, sesungguhnya aku tadi mendengarmu memanggilku, sementara aku
dalam keadaan sujud kedua pada akhir shalat Ashar, seakan- akan engkau
berada dalam sebuah musibah. Engkau memanggil-manggilku dengan teriakan
yang menyayat-nyayat hatiku. Aku mendengar suaramu dan aku tidak bisa
menguasai diriku hingga aku berdo’a untukmu dengan sekeras- kerasnya
sementara manuisa mendengar do’aku. Tiba-tiba, aku merasa seakan-akan
ada seseorang yang menuangkan air dingin di atasku. Setelah shalat, aku
segera keluar dari masjid dan menghubungimu. Segala puji bagi Allah, aku
merasa tenang bagitu mendengar suaramu. Akan tetapi wahai anakku,
engkau teledor terhadap shalat. Engkau menyangka bahwa dunia akan kekal
bagimu, dan engkau tidak mengetahui bahwa Rabbmu berkuasa merubah
keadaanmu dalam beberapa detik. Ini adalah sebagian dari kekuasaan Allah
yang Dia perbuat terhadapmu. Akan tetapi Rabb kita telah menetapkan
umur baru bagimu. Saat itulah aku tahu bahwa yang menyelamatkan aku dari
peristiwa tersebut adalah karena Rahmat Allah Ta’ala kemudian karena
do’a ayah untukku. Ini adalah sentuhan lembut dari sentuhan-sentuhan
kematian. Allah Ta’ala ingin memperlihatkan kepada kita bahwa betapapun
kuat dan perkasanya manusia akan menjadi makhluk yang paling lemah di
hadapan
keperkasaan dan keagungan Allah Ta’ala.
Maka semenjak hari itu, shalat tidak
pernah luput dari pikiranku. Alhamdulillah. Wahai para pemuda, wajib
atas kalian taat kepada Allah dan berbakti kepada kedua orang tua. Ya
Allah, ampunilah kami dan kedua orang tua kami, terimalah taubat kami
dan taubat mereka dan rahmatilah mereka dengan rahmat-Mu.Semoga menjadi
pelajaran bagi kita semua, jangan sekali-kali mengabaikan kewajiban
ibadah kita walaupun kelihatannya sepele.keperkasaan dan keagungan Allah Ta’ala.
Semoga bermanfaat ....
0 Response to "Di Saat Sholat, Imam Masjid Mendengar Jeritan Anaknya Yang Mau Tenggelam Di Laut"
Post a Comment