BERBAGAI MITOS DIBALIK PERISTIWA GERHANA BULAN



BERBAGAI MITOS DIBALIK PERISTIWA GERHANA BULAN

Oleh : Akhmad Ali Khasanudin, S.Pd

Wonogiri - Rabu (8/10/2014) pada petang hari sekitar pukul 18:45 WIB, baru saja terjadi fenomena alam gerhana bulan darah. Sejumlah fenomena yang terjadi di bumi, sering kali dikaitkan dengan hal-hal mistis oleh masyarakat sekitar. Tidak hanya sebagian masyarakat Indonesia, sebagiam masyarakat di belahan negara lainnya juga turut mempercayai mitos tersebut. Kejadian gerhana matahari maupun bulan telah sering dialami oleh manusia sejak jaman dahulu kala.Sejalan dengan perkembangan intelektual dan ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia, memunculkan sikap dan persepsi beragam mengenai terjadinya gerhana.
Selain keterbatasan intelektual dan ilmu pengetahuan juga keyakinan primitif manusia pada waktu dulu, peristiwa gerhana sering dikaitkan dengan kekuatan-kekuatan supranatural.Mitos-mitos dan keyakinan khurofat seputar gerhana pun muncul, yang tentu saja dengan timbangan syariat dan keyakinan agama sekarang ini, bertentangan dengan aqidah yang benar.
Dilansir dari beberapa sumber seperti Nationalgeographic.com, Livescience.com, dan Examiner.com, Berikut mitor-mitos dari seluruh dunia terkait fenomena gerhana bulan darah :
1.        Munculnya raksasa buto kala
Menurut sejumlah kepercayaan yang beredar di Jawa, gerhana bulan darah adalah pertanda adanya raksasa buto kala yang memakan bulan. Untuk mengusir sang buta kala, biasanya masyarakat sekitar akan menabuh lumpang (tempat penumbuk dari besi). Para wanita hamil turut mengolesi perutnya dengan abu sisa pembakaran di dapur dengan harapan anak yang dikandung tidak dimakan atau tidak seperti
buto.
2.        Kala rahu yang menelan bulan
Di Balijika terjadi Gerhana Bulan, hampr sama dengan kepercayaan di Jawa, yaitu orang-orang sibuk membunyikan kentongan atau benda apa saja yang bisa di pukul. Tujuannya adalah untuk mengusir Kala Rahu yang menelan Bulan. Mitos ini tertuang dalam sebuah Purana yang kemudian menjadi sebuah dongeng dan sangat populer di Negeri Nusantara. Kisah ini terjadi ketika para raksasa dan para Dewa bekerja sama mengaduk lautan susu untuk mencari “Tirtha Amertha” atau Tirtha Kamandalu. Konon siapa saja yang meminum tirtha itu maka dia akan abadi (tidak bisa mati). Maka setelah tirtha itu didapatkan kemudian dibagi rata. Tugas membagi tirtha adalah Dewa Wisnu yang menyamar menjadi gadis cantik, lemah gemulai. Dalam kesepakatan diatur bahwa para Dewa duduk dibarisan depan sedangkan para Raksasa dibarisan belakang.Syahdan ada Raksasa bernama “Kala Rahu” yang menyusup dibarisan para Dewa, dengan cara merubah wujudnya menjadi Dewa. Namun penyamarannya ini segera diketahui oleh Dewa Candra atau Dewa Bulan. Maka ketika tiba giliran Raksasa Kala Rahu mendapatkan “Tirtha Keabadian”, disitulah Dewa Candra berteriak. “Dia itu bukan Dewa, dia adalah Raksasa Kala Rahu”. Namun sayang tirtha itu sudah terlanjur diminum. Maka tak ayal lagi Cakra Dewa Wisnu menebas leher Sang Kala Rahu. Maka demikianlah, karena lehernya sudah tersentuh oleh Tirtha Keabadian, sehingga tidak bersentuh oleh kematian. Wajahnya tetap hidup dan melayang-layang diangkasa. Sedangkan tubuhnya mati, karena belum sempat tersentuh oleh tirtha kamandalu. Sejak saat itu dendamnya terhadap Dewa Bulan tak pernah putus-putus, dia selalu mengincar dan menelan Dewa Bulan pada waktu Purnama. Tapi karena tubuhnya tidak ada maka sang rembulan muncul kembali kepermukaan. Begitulah setiap Sang Kala Rahu menelan Dewa Bulan terjadilah Gerhana.
3.        Seekor naga menelan bulan
Di negeri Cina, orang percaya bahwa seekor naga langit membanjiri sungai dengan darah lalu menelan bulan. Itu sebabnya orang Cina menyebut gerhana “chih” artinya memakan. Sampai abad ke 19 mereka biasanya membunyikan petasan untuk menakut-nakuti sang naga. Orang Indian juga percaya bahwa seekor naga lah yang membuat gerhana bulan. Mereka lalu menyembah sang naga dengan berendam sampai sebatas leher.
4.        Racun tersebar ke bumi
Di Jepang, orang percaya bahwa waktu gerhana ada racun yang disebarkan ke bumi. Dan untuk menghindari air di bumi terkontaminasi racun, mereka menutupi sumur-sumur mereka.
5.        Penampakkan Ibu Bulan
Menurut kepercayaan orang-orang asli Amerika, munculnya gerhana bulan darah yang masuk dalam kategori Tetrad ini merupakan tanda bahwa "Ibu" bulan tengah menampakkan diri. Kehadirannya tersebut dipercaya sebagai pembawa penerangan dan membersihkan energi, jiwa, emosional dan spiritual manusia, khususnya para wanita yang ada di bumi.
6.        Jaguar Memakan Bulan
Mirip dengan kepercayaan Jawa, suku Inca kuno percaya bahwa gerhana bulan darah merupakan pertanda akan terjadi hal buruk, yakni jaguar akan memakan bulan. Menurut tulisan bangsa Spanyol terdahulu, bangsa Inca takut setelah jaguar memakan bulan, maka hewan ini akan turun ke bumi dan memangsa semua manusia. Oleh karenanya, setali tiga uang dengan masyarakat Jawa, suku Inca akan membuat suara yang sangat gaduh dengan menabuh segala hal sampai berteriak-teriak sepanjang malam saat terjadinya gerhana.
7.        Bulan Terluka dan Berdarah
Menurut kepercayaan suku Hupa di utara California,  terjadinya gerhana bulan darah Tetrad  merupakan pertanda bahwa bulan sedang terluka karena diserang oleh hewan peliharaannya sendiri. Orang suku Hupa percaya bahwa bulan memiliki 20 istri dengan banyak hewan peliharaan seperti ular dan singa. Namun ketika bulan terlambat atau tidak memberi mereka makan, maka hewan-hewan itu akan menyerang bulan dan mengakibatkannya berdarah. Setelah berdarah, maka istri-istrinya menyembuhkan bulan dan juga menjaganya dari serangan hewan peliharaan serta memulihkan kesehatannya.
8.        Tanda akan adanya kematian dan kelahiran
Bagi orang Arab Quraisy, gerhana bulan dikaitkan dengan kejadian-kejadian tertentu, seperti adanya kematian atau kelahiran, dan kepercayaan ini dipercaya secara turun temurun sehingga menjadi keyakinan umum masyarakat.
Terlepas dari berbagai mitos-mitos tadi, fenomena langka ini sebenarnya dapat dijelaskan secara ilmiah.
Di luar tataran ilmiah, setiap fenomena yang terjadi di alam ini mempunyai hukumnya. Dalam
Islam, terdapat beberapa sumber yang dapat dijadikan rujukan mengenai fenomena gerhana, yaitu:
  1. Dasar Hukum al-Qur’an
 QS. al-Qiyamah: 8
Artinya: “Dan apabila bulan telah hilang cahayanya

 QS. Fushilat: 37
Dalilnya adalah firman Allah SWT :
وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
Dan dari sebagian tanda-tanda-Nya adalah adanya malam dan siang serta adanya matahari dan bulan. Janganla kamu sujud kepada matahari atau bulan tetapi sujudlah kepada Allah Yang Menciptakan keduanya. (QS. Fushshilat : 37) 
Maka jelaslah, dari ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa sesungguhnya keberadaan gerhana merupakan salah satu tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah, sebagaimana Allah juga menciptakan siang dan malam dalam sebuah keharmonian kehidupan manusia. Betapapun canggihnya teknologi masa kini, bagaimanapun hebatnya manusia tak mampu menandingi kekuasaan Allah SWT yang demikian mengagumkan. Anggapan bahwa gerhana merupakan suatu tanda akan adanya marabahaya nampaknya telah jelas-jelas terpatahkan dengan firman-Nya yang maha benar. Setiap fenomena yang terjadi di alam ini tak terlepas dari ketentuan-Nya, fenomena gerhana merupakan salah satu tanda kekuasaan Allah yang diperlihatkan kepada makhluk-Nya.
   2. Dasar Hukum Hadits
HR. Muslim dari ‘Ubaid bin ‘Umair

و حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ أَخْبَرَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ قَالَ سَمِعْتُ عَطَاءً يَقُولُ سَمِعْتُ عُبَيْدَ بْنَ عُمَيْرٍ يَقُولُ :أَنَّ الشَّمْسَ انْكَسَفَتْ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى رَسُولِ اللَّهِ ثُمَّ قَالَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَا يَكْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّهُمَا مِنْ آيَاتِ اللَّهِ يُخَوِّفُ اللَّهُ بِهِمَا عِبَادَهُ فَإِذَا رَأَيْتُمْ كُسُوفًا فَاذْكُرُوا اللَّهَ حَتَّى يَنْجَلِيَا.[1][5]


Artinya: “Telah bercerita kepada kami Ishaq bin Ibrahim Muhammad bin Bakar telah bercerita kepadaku, telah bercerita kepada kami Ibnu Juraij, ia berkata: aku mendengar Atha’ berkata: aku mendengar ‘Ubaid bin ‘Umair berkata: sesungguhnya telah terjadi gerhana di zaman Rasulullah SAW, kemudian Rasulullah shalat bersama para sahabatnya. Lalu Rasulullah bersabda: sesungguhnya matahari dan bulan tidak mengalami gerhana karena kematian dan hidupnya seseorang, tetapi keduanya termasuk tanda-tanda kebesaran Allah, dan dengan keduanya Allah menakut-nakuti hamba-Nya. Maka jika kalian melihat gerhana, berdzikirlah kepada Allah (shalat) hingga ia terang kembali.”
          Maksud dari perintah Allah SWT dan hadits rosululloh SAW adalah untuk bersujud kepada Yang Menciptakan matahari dan bulan yaitu perintah untuk mengerjakan shalat gerhana matahari dan gerhana bulan.
Shalat gerhana adalah shalat sunnah muakkadah yang ditetapkan dalam syariat Islam sebagaimana para ulama telah menyepakatinya.
Adapun bentuk teknis dari shalat gerhana, para ulama menerangkan berdasarkan nash-nash syar'i sebagai berikut :
Shalat gerhana dilakukan sebanyak 2 rakaat. Masing-masing rakaat dilakukan dengan 2 kali berdiri, 2 kali membaca qiraah surat Al-Quran, 2 ruku' dan 2 sujud. Dalil yang melandasi hal tersebut adalah :
Dari Abdullah bin Amru berkata,"Tatkala terjadi gerhana matahari pada masa Nabi SAW, orang-orang diserukan untuk shalat "As-shalatu jamiah". Nabi melakukan 2 ruku' dalam satu rakaat kemudian berdiri dan kembali melakukan 2 ruku' untuk rakaat yang kedua. Kemudian matahari kembali nampak. Aisyah ra berkata,"Belum pernah aku sujud dan ruku' yang lebih panjang dari ini. (HR. Bukhari dan Muslim)

    3. Dasar Astronomi
        Bulan melengkapi satu putaran mengelilingi Bumi dalam waktu 27,3 hari. Jadi setiap 27,3 hari, Bulan akan kembali ke posisi semula di langit (relatif terhadap bintang-bintang). Periode ini dinamakan periode sideris Bulan. Pada saat Bulan kembali ke posisi semula di langit, posisi Matahari telah bergeser akibat pergerakan Bumi mengelilingi Matahari. Untuk membentuk konfigurasi semula (Bumi-Bulan-Matahari), Bulan membutuhkan waktu tambahan sekitar dua hari. Bulan membutuhkan waktu 29,53 hari untuk kembali dari satu fase ke fase yang sama (misalnya dari fase purnama kembali ke fase purnama). Periode ini dinamakan periode sinodis Bulan. Karena bidang orbit Bulan yang tidak sebidang dengan bidang orbit Bumi (ekliptika), yaitu membentuk sudut 5,2°, maka orbit bulan tersebut memiliki dua titik perpotongan dengan lingkaran ekliptika. Titik potong ini dikenal dengan nama titik node (uqdah). Pada saat bulan berada tepat pada titik potong ini, cahaya bulan berangsur-angsur menghilang karena sinar matahari yang sampai ke bulan tertutup oleh bumi. Pada saat itulah terjadi gerhana Bulan.
       Wallahu a'lam bishshawab,

Bagi Anda yang ingin mendownload filenya, Silahkan anda klik DISINI untuk mendapatkan filenya. Terimakasih.......





Subscribe to receive free email updates:

2 Responses to "BERBAGAI MITOS DIBALIK PERISTIWA GERHANA BULAN"

  1. Di tempatku kalo ada gerhana bulan, semua pohon kelapa harus di taburi abu dapur, agar air kelapanya tidak kering...

    ReplyDelete
  2. Adanya Gerhana bulan bukan pertanda adanya suatu kematian atau peristiwa bulan di makan buto, sungguh keyakinan yang keliru...

    ReplyDelete