Ia berkata, “Aku saudara suamimu, datang dari jauh untuk menjenguknya!!”
Tanpa
membukakan pintu, terdengar suaranya yang ketus lagi, “Ia masih pergi
mencari kayu, semoga saja Allah tidak mengembalikannya lagi ke sini….”
Kemudian
masih diteruskan dengan berbagai macam caci-maki kepada saudaranya itu.
Ia hanya bisa geleng-geleng kepala mendengarnya. Ia tahu betul bahwa
saudaranya itu juga saleh seperti dirinya, karena memang begitulah kedua
orang tuanya dahulu mendidiknya. Segala macam umpatan dan cacian itu
mungkin salah sasaran kalau ditujukan kepada saudaranya itu.
Ia
memutuskan untuk menunggu dan tidak berapa lama saudaranya itu datang.
Saudaranya itu memang mencari kayu, tetapi ia tidak membawanya sendiri,
seekor harimau yang cukup besar berjalan di belakangnya sambil
‘menggendong’ kayu tersebut. Setelah kayu diturunkan dari punggung sang
harimau, saudaranya itu berkata, “Pergilah, semoga Allah memberkahi
dirimu!!”
Harimau
itu berlalu pergi dengan patuhnya, dan pemandangan itu membuatnya
terkagum-kagum. Tampaknya saudaranya itu telah mencapai maqam yang cukup
tinggi di sisi Allah, hingga mempunyai ‘karamah’ bisa memerintah
binatang buas.
Saudaranya
itu mengajaknya masuk, dan meminta dengan lemah lembut kepada istrinya
untuk menyiapkan makanan bagi mereka. Sang istri memenuhi perintahnya
dengan sikap yang kasar, dan mulutnya tidak henti-hentinya mengomel.
Sebaliknya, ia melihat saudaranya itu hanya diam dan terlihat sangat
lapang, tidak sepatah katapun keluar dari mulutnya. Sama sekali tidak
ada sikap marah dan tersinggung dengan perkataan istrinya yang sangat
menusuk perasaan, bahkan tampak sekali saudaranya itu nyaman dan bahagia
dengan keadaaannya. Karena itu ia urung untuk menanyakan keadaan rumah
tangganya, seperti keinginannya semula.
Dengan
keadaan seperti itu, ia tidak ingin berlama-lama untuk tinggal. Ia
pamit pulang, tetapi sepanjang perjalanan tidak habis-habisnya ia
memikirkan keadaan saudaranya itu. Di satu sisi ia mempunyai ‘karamah’
yang begitu mengagumkan, tetapi di sisi lainnya, ia menghadapi sikap
istrinya yang begitu buruk.
Beberapa
tahun berlalu dan tidak bertemu, ia datang lagi mengunjungi saudaranya
itu. Sampai di rumahnya yang tampak tertutup, ia mengetuk pintunya dan
mengucap salam. Maka terdengar suara seorang wanita, yang mungkin adalah
istri saudaranya itu, “Siapa??”
Kali
ini suara itu begitu lembut dan santun, sangat berlawanan suara wanita
bertahun sebelumnya. Ia berkata, “Aku adalah saudara suamimu, datang
dari jauh untuk menjenguk keadaannya!!”
Suara
santun wanita itu terdengar lagi, “Selamat datang, suamiku sedang
mencari kayu di hutan. Silahkan untuk menunggu, tetapi mohon maaf aku
tidak bisa membukakan pintu hingga suamiku pulang!!”
Ia berkata, “Tidak mengapa, biar saja aku menunggu di luar!!”
Kemudian
ia terlibat pembicaraan singkat lewat pintu yang tertutup, dan istri
saudaranya itu memuji-muji kebaikan dan kesalehan suaminya itu setinggi
langit, dan menyatakan rasa syukurnya karena bisa menjadi istrinya.
Tidak
lama kemudian saudaranya itu datang, tetapi yang mengherankannya tidak
ada harimau yang membawakan kayunya seperti dahulu. Ia memikul sendiri
tumpukan kayu tersebut, tampak kelelahan dan keringat mengalir di
wajahnya, tetapi masih dengan kelapangan dan rasa bahagia yang sama
seperti bertahun sebelumnya. Mendengar suaranya itu, sang istri langsung
membuka pintu dan menyambut kedatangannya dengan santun dan hormatnya.
Saudaranya
itu mengajaknya masuk, dan ternyata makanan telah terhidang, maka
mereka langsung menyantap makanan yang disediakan istrinya tersebut.
Sambil makan ia berkata, “Wahai saudaraku, apakah yang terjadi? Apakah
engkau telah kehilangan ‘karamah’mu yang dahulu?”
Masih
dengan kelapangan hati dan pancaran rasa bahagia yang sama seperti
bertahun sebelumnya, saudaranya itu berkata, “Wahai saudaraku, dahulu
itu Allah SWT memberikan istri yang cerewet dan rendah akhlaknya
kepadaku, dan aku ikhlas menerimanya. Karena kesabaranku menghadapinya,
maka Allah mendatangkan harimau untuk membantuku. Beberapa bulan yang
lalu istriku yang cerewet itu meninggal, dan sejak itu pula harimau itu
tidak membantuku lagi, dan aku harus memikul sendiri kayu-kayu itu.
Namun demikian, Allah tetap memberikan ‘karamah’ lainnya kepadaku, yakni
istri yang cantik dan masih muda, serta sangat baik akhlaknya dan tekun
ibadahnya!!”
Dalam
riwayat lain disebutkan, saudaranya yang saleh itu adalah seorang
pandai besi. Ia mencari kayu untuk membakar besi-besi yang diolahnya.
Ketika ia masih beristri yang cerewet dan ia bersabar atasnya, bukan
hanya harimau yang membawakan kayunya, tetapi ia memegang besi yang
dibakarnya langsung dengan tangannya. Tetapi ketika Allah telah
menggantinya dengan istri yang salehah, cantik, masih muda dan
berakhlaqul karimah, ia harus memegang besi yang dibakarnya dengan
penjepit, kalau tidak tangannya akan melepuh.
0 Response to "Karena Kesabaran Menghadapi Istrinya "
Post a Comment