Pernah terjadi di Bashrah, seorang
pemabuk yang sangat buruk moralnya meninggal dunia. Istrinya memberitahukan hal
itu kepada para tetangganya, tetapi mereka sama sekali tidak memperdulikan dan
tidak mau merawatnya. Karena itu ia memanggil empat orang buruh upahan untuk
merawat jenazahnya dan kemudian membawanya ke mushalla. Tetapi sesampainya di sana tidak ada seorangpun
yang hadir untuk menyalatkannya. Beberapa orang yang mengetahui hanya melihat
dan membiarkannya setelah tahu siapa gerangan jenazah itu. Empat buruh itupun
tidak bisa melaksanakan shalat jenazah. Karena tidak tahu harus bagaimana,
istrinya itu memerintahkan orang-orang upahan itu untuk membawanya ke pinggiran
hutan dan menguburkannya di sana.
Tidak jauh dari hutan tersebut ada
sebuah bukit, yang di sana
ada seseorang yang saleh dan sangat zuhud menyendiri untuk beribadah kepada
Allah. Ia tidak pernah turun dan berkumpul di masyarakat kecuali untuk shalat
Jum’at. Entah bagaimana asal-muasalnya, tiba-tiba orang itu turun gunung dan
mendatangi jenazah sang pemabuk yang tengah digali kuburannya itu, dan ia
menyalatkannya. Setelah itu ia duduk menunggu untuk memakamkannya.
Peristiwa turunnya sang saleh dan
zahid dari ‘pertapaaanya’ di atas bukit itu menjadi berita menggemparkan bagi
masyarakat sekitarnya. Mereka merasa takjub dan keheranan sehingga datang
berduyun-duyun ke pinggiran hutan tersebut. Salah satu dari tokoh masyarakat
tersebut menghampiri orang saleh tersebut dan berkata, “Wahai Tuan, mengapa
engkau menyalatkan jenazah orang ini sedangkan ia orang yang sangat buruk dan
banyak sekali berbuat dosa kepada Allah??”
Orang saleh itu berkata, “Aku diperintahkan
(tentunya melalui ilham) turun ke tempat ini karena ada jenazah seseorang yang
telah diampuni oleh Allah, sedangkan tidak seorangpun di sana kecuali hanya istrinya!!”
Orang-orang jadi keheranan mendengar
jawaban tersebut, bertahun-tahun mereka tinggal bersama orang itu dan sama
sekali tidak pernah melihat dan mengetahui kebaikan yang dilakukan olehnya.
Sang zahid tampaknya mengetahui kebingungan masyarakat, karena itu ia memanggil
istrinya dan berkata, “Bagaimana sebenarnya keadaan dan perilaku suamimu itu??”
Sang istri berkata, “Seperti yang
diketahui banyak orang, sepanjang hari ia hanya sibuk minum-minuman keras
(khamr) di kedai-kedai. Pulangnya di malam hari dalam keadaan mabuk dan tidak
sadarkan diri. Seringkali ketika ia tersadar di waktu fajar, ia mandi dan wudhu
kemudian shalat subuh. Tetapi di pagi harinya ia kembali ke kedai-kedai untuk
minum khamr seperti biasanya. Hanya saja di rumah kami tidak pernah kosong dari
satu atau dua orang anak yatim, yang ia sangat menyayanginya melebihi anaknya
sendiri. Dan di waktu sadarnya, ia selalu bermunajat sambil menangis
sesenggukan : Ya Allah, di bagian jahanam yang manakah akan Engkau tempatkan
penjahat (yakni dirinya sendiri) ini??”
Sang zahid berkata, “Sungguh Maha
Luas Kasih Sayang Allah, mungkin karena sangat sedikitnya kebaikan yang
dilakukannya sehingga merasa rendah dan hina di hadapan Allah. Dan juga
kesabarannya menanggung kehinaan dan cibiran sinis dari lingkungannya, yang
mengundang rahmat dan ampunan Allah!!”
Mendengar penjelasan itu, anggota
masyarakat yang hadir segera ikut menyalatkan jenazah pemabuk tersebut, dan
ikut serta menguburkannya.
0 Response to "Ketika Manusia Mengabaikan "
Post a Comment