Dengan 300 orang tentara berkuda, Nadhlah melakukan pengepungan Kota Hulwan beberapa waktu lamanya sehingga mereka menyerah, menyatakan takluk kepada Madinah. Nadhlah kembali ke Qadisiyah dengan membawa jizyah dan ghanimah yang cukup banyak. Di tengah perjalanan, mereka singgah di suatu dataran di bawah pegunungan karena telah masuk waktu shalat. Nadhlah berdiri melantunkan adzan, tetapi di sela-sela jawaban adzan dari anggota pasukannya, terdengar suara lain dari atas gunung yang menimpali suara adzannya, dan mereka semua mendengarnya cukup jelas.
Ketika ia melantunkan : Allahu Akbar Allahu Akbar (2x), terdengar suara jawaban, “Engkau telah mengagungkan Dzat Yang Maha Besar, wahai Nadhlah!!”
Ketika ia melantunkan : Asyhadu allaa ilaaha illallaah (2), terdengar suara jawaban, “Itu adalah kalimat ikhlas, wahai Nadhlah!!”
Ketika ia melantunkan : Asyhadu anna muhammadar rasuululaah (2), terdengar suara jawaban, “Wahai Nadhlah, dia (Nabi Muhammad SAW itu) adalah orang yang diberitahukan Nabi Isa kepada kami!!”
Ketika ia melantunkan : Hayya ‘alash sholaah (2x), terdengar suara jawaban, “Sungguh beruntunglah orang yang mengerjakannya secara istiqomah!!”
Ketika ia melantunkan : Hayya ‘alal falaah(2x), terdengar suara jawaban, “Sangatlah beruntung orang yang memenuhi ajakan Nabi Muhammad SAW, itu adalah jaminan bagi umat Muhammad SAW!!”
Ketika ia melantunkan : Allahu Akbar Allahu Akbar, laa ilaaha illallaah , terdengar suara jawaban, “Kamu benar-benar ikhlas wahai Nadhlah, sungguh Allah akan mengharamkan jasadmu dari api neraka!!”
Selesai adzan mereka sempat dicekam ketakutan oleh suara tersebut, walau perkataan ghaib itu membenarkan keislaman dan apa yang sedang mereka lakukan. Maka Nadhlah sebagai pimpinan rombongan pasukan itu berkata, “Wahai hamba Allah, siapakah engkau? Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepadamu. Apakah engkau malaikat, jin atau hamba Allah lainnya?? Engkau telah memperdengarkan suaramu kepada kami, maka tunjukkanlah bentuk tubuhmu!! Aku adalah tentara Allah, balatentara Rasulullah SAW, dan balatentara Umar bin Khaththab….!!”
Tiba-tiba muncul seseorang yang sangat tua, berambut dan berjenggot putih, memakai pakaian bulu yang sangat sederhana, dan berkata, “Assalamu’alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuh!!”
Nadhlah dan kawan-kawannya berkata, “Wa ‘alaikassalam warahmatullaahi wabarakaatuh, siapakah engkau ini? Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat-Nya kepadamu!!”
Orang tua itu berkata, “Aku adalah Zarnab bin Bar’ala, murid dan orang yang sangat dipercaya oleh Nabi Isa. Aku ditempatkan di gunung ini dan didoakan Nabi Isa panjang umur hingga waktunya beliau turun lagi ke bumi dari langit…!!”
Nadhlah dan kawan-kawannya terheran-heran mendengar perkataannya itu. Kalau melihat begitu tuanya, bisa jadi memang benar perkataannya itu. Tetapi tampak sekali kalau dia masih sangat kuat dan kokoh di balik penampilan ketuaannya, tidak ada tanda-tanda kelemahan sama sekali. Orang tua itu berkata lagi, “Karena aku tidak bisa bertemu langsung dengan Rasulullah SAW, begitu juga dengan Umar bin Khaththab, maka sampaikanlah salamku kepadanya, dan sampaikanlah ucapanku ini kepadanya….!!”
Zarnab berkata lagi, “Wahai Umar, bekerjalah yang keras, karena sesungguhnya hari kiamat telah sangat dekat. Dan sampaikanlah kepada umat Muhammad SAW, jika nanti telah terjadi peristiwa-peristiwa di antara mereka, apa-apa yang akan aku sampaikan, hendaklah mereka lari, hendaknya mereka menghindari sejauh-jauhnya, jangan sampai terjatuh kepada hal-hal itu…”
Peristiwa yang dimaksudkan Zarnab, yang adalah merupakan tanda-tanda makin dekatnya kiamat, dan jangan sampai kita terjatuh dan terperangkap di dalamnya, adalah :
Jika laki-laki senang dengan laki-laki, dan wanita senang dengan wanita. Maksudnya bersikap homoseksual atau lesbian, seperti yang terjadi pada kaum Nabi Luth AS.
Jika orang-orang senang bernasab kepada orang yang bukan leluhurnya, nasabnya palsu.
Jika orang yang tua tidak menyayangi yang muda, dan orang-orang muda tidak mau menghormati yang tua.
Jika orang-orang telah meninggalkan amar ma’ruf dan nahi munkar.
Jika orang-orang yang pandai (ulama) belajar dan mengajarkan ilmunya semata-mata untuk mencari kekayaan dunia.
Hujan turun di musim kemarau, dan kemarau memanjang hingga di musim hujan.
Anak-anak menjengkelkan orang tua, bersikap kurang ajar dan sedikit sekali orang yang mempunyai budipekerti yang baik (ber-akhlaqul karimah).
Orang-orang berlomba-lomba mendirikan bangunan dan rumah.
Lebih senang mengikuti (mengumbar) hawa nafsunya, bahkan menjual agama demi keuntungan duniawiah semata.
Menganggap ringan masalah pembunuhan, dan menjual hukum demi kepentingan pribadi.
Senang memutuskan silaturahmi.
Senang membangun menara atau bangunan yang tinggi menjulang.
Menghiasi Mushaf-mushaf (Al Qur’an), dan memperindah masjid-masjid.
Suap menyuap dan riba menyebar di mana-mana.
Orang-orang senang dipuji-puji, termasuk wanitanya, dan mereka (kaum wanita) bepergian kemana-mana dengan berkendaraan sendiri.
Setelah itu Zarnab bin Bar’ala mengucap salam dan berlalu pergi menuju pegunungan darimana dia datang, yang dalam sekejab saja ia hilang dari pandangan mata.
Usai shalat, Nadhlah segera memerintahkan pasukan segera kembali ke Qadisiyah dan menceritakan peristiwa yang dialaminya kepada Sa’d bin Abi Waqqash, pemimpinnya. Sa’d sangat tertarik dengan pesan atau nasehat yang diberikan oleh Zarnab, yang sepertinya mirip sekali dengan pesan atau pengajaran Nabi SAW tentang tanda-tanda akhir zaman yang pernah didengarnya. Ia ingin bisa bertemu dan mendengar langsung pengajaran itu dari murid Nabi Isa tersebut, maka ia membawa 4.000 orang pasukan yang dipimpinnya menuju dataran di bawah pegunungan tersebut.
Empatpuluh hari lamanya mereka tinggal di bawah pegunungan itu, dan shalat lima waktu didirikan dengan berjamaah, dengan adzan yang dikeraskan, termasuk oleh Nadhlah. Tetapi tidak pernah ada jawaban atau suara sahutan seperti yang dialami Nadhlah sebelumnya. Kalau tidaklah peristiwa itu dialami dan disaksikan langsung oleh 300 orang pasukan berkuda yang mengikutinya, pastilah Nadhlah dianggap hanya berbohong atau mengigau saja.
Mungkin Peristiwa itu hanya kemuliaan dan keutamaan yang khusus diberikan Allah kepada Nadhlah, sehingga seorang sahabat yang lebih utama seperti Sa’d bin Abi Waqqash tidak bisa ‘mencontoh’nya. Memang hak prerogatif Allah untuk memberikan keutamaan dan kekhususan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, yang tidak bisa diperoleh walau mungkin kita telah mencontoh amalan istiqomahnya, bahkan dengan kualitas yang lebih baik. Wallahu A’lam.
0 Response to "Nasehat Murid Nabi Isa AS "
Post a Comment