Setelah
itu ia melepaskan anak lembu tersebut, yang segera saja lari ke dalam
hutan. Lelaki itu menceritakan kepada istrinya tentang lembu tersebut,
dan tidak lama berselang ia meninggal dunia. Anak lembu itu sendiri
hidup secara liar di dalam hutan tanpa penggembala. Jika ada orang yang
melihat dan menemukannya, lembu itu segera lari ke dalam hutan dan tidak
pernah bisa ditemukan.
Setelah
menginjak remaja, anak itu menjadi seorang yang saleh seperti ayahnya
dan sangat taat kepada ibunya. Waktu siang harinya digunakan untuk
bekerja mencari kayu di hutan dan menjualnya di pasar. Uang hasil
penjualannya itu dibagi tiga, sepertiga untuk kebutuhan hidupnya
sehari-hari, sepertiga diberikan kepada ibunya, dan sepertiga sisanya
disedekahkan di jalan Allah. Waktu malam juga dibaginya menjadi tiga,
sepertiga malam pertama untuk menjaga ibunya, sepertiga pertengahan
untuk tidur (istirahat), dan sepertiga terakhir untuk beribadah kepada
Allah hingga pagi menjelang.
Suatu
ketika Sang Ibu memanggil putranya tersebut dan berkata, “Wahai anakku,
ayahmu meninggalkan warisan seekor anak lembu yang “dititipkan” kepada
Allah di hutan. Pergilah engkau ke dalam hutan, dan berdoalah kepada
Allah, Tuhannya Nabi Ibrahim, Ismail, Ishaq dan Ya’kub, agar Dia
“mengembalikan” titipan ayahmu tersebut kepadamu. Tandanya, anak lembu
itu berwarna kuning, jika tertimpa cahaya matahari akan berkilau laksana
emas.”
Anak
itu segera pergi ke hutan memenuhi perintah ibunya. Ketika ia melihat
seekor lembu berwarna kuning, yang tentunya telah menjadi lembu dewasa
yang besar sedang makan rumput, ia
segera berdoa kepada Allah seperti diajarkan ibunya. Usai berdoa, ia
berkata kepada lembu itu, “Wahai lembu, aku panggil engkau demi Tuhannya
Nabi Ibrahim, Ismail, Ishaq dan Ya’kub, segeralah engkau datang
kemari!!”
Lembu
itu segera berlari mendekatinya dan berdiri tegak di hadapannya. Pemuda
itu memegang lehernya dan menuntunnya pulang. Tanpa disangka-sangka,
dengan ijin Allah, sang lembu berbicara kepadanya, “Wahai anak muda yang
taat kepada ibumu, naiklah engkau ke atas punggungku agar meringankan
beban perjalananmu!!”
Walau
sempat terkejut dengan berbicaranya lembu itu, ia berkata, “Ibuku tidak
menyuruhku untuk mengendaraimu, tetapi beliau menyuruhku untuk memegang
lehermu menuntun pulang ke rumah ibuku!!”
Sang
lembu berkata lagi, “Demi Tuhannya Bani Israil, jika engkau bermaksud
mengendaraiku, tentu engkau takkan bisa melakukannya (karena ibumu tidak
memerintahkan seperti itu). Wahai anak muda, seandainya engkau
memerintahkan bukit itu untuk berpindah, tentulah bukit itu akan pindah,
semua itu karena taat dan baktimu kepada ibumu!!”
Pemuda
itu tidak menanggapi pujian sang lembu tersebut, dan terus menuntunnya
pulang dan menyerahkan kepada ibunya. Sang ibu berkata, “Hai anakku,
engkau miskin, dan tidak memiliki harta apapun. Berat bagimu untuk
mencari kayu di hutan setiap harinya, dan tetap menjalankan shalat di
malam harinya. Karena itu juallah lembu ini di pasar…!!”
“Berapa harus saya jual lembu ini, wahai ibu?” Tanya sang pemuda.
“Tiga dinar, dan jika tidak sejumlah itu, janganlah dijual sebelum bermusyawarah denganku!!” Kata ibunya.
Tiga
dinar adalah harga yang wajar untuk seekor lembu pada saat itu. Pemuda
itu menuntun lembunya ke pasar, tetapi sebelum sampai di sana, ada seeorang yang mencegat langkahnya dan berkata, “Berapakah engkau akan menjual lembu ini!”
“Tiga dinar!!”
Lelaki itu berkata, “Lembu ini sangat bagus, biarlah aku membelinya seharga enam dinar!!”
“Ibuku
memerintahkan menjualnya seharga tiga dinar, jika engkau ingin
membayarnya enam dinar, aku harus meminta ridha ibuku dahulu!!” Kata
pemuda itu.
“Tidak usahlah meminta ridha ibumu, bukankah itu sudah melebihi harga yang diinginkannya?”
“Andaikata
engkau membeli dengan uang emas seberat lembu ini, aku tidak bisa
menerimanya jika ibuku belum meridhainya. Biarlah aku pulang dahulu
untuk meminta ridha beliau!!” Kata sang pemuda.
Ia
pulang lagi dan menceritakan kepada ibunya apa yang dialaminya dengan
orang yang ingin membeli lembu tersebut. Sang ibu berkata, “Baiklah
kalau begitu, juallah lembu ini seharga enam dinar.”
Sang pemuda kembali menuntun lembunya ke pasar. Sebelum ia sampai di sana,
lelaki yang tadi itu telah menunggunya, dan berkata, “Lembu milikmu itu
semakin menarik saja, biarlah aku membayarnya seharga duabelas dinar,
dan engkau tidak perlu pulang-balik lagi kepada ibumu!!”
Pemuda itu berkata, “Ibuku telah ridha dengan harga enam dinar, jadi bayarlah dengan seharga itu!!”
“Tidak
bisa,” Kata lelaki itu, “Tidak sepantasnya jika kubayar seharga enam
dinar, aku berbuat dholim jika tidak membayar seharga duabelas dinar…!!”
Pemuda itu berkata, “Kalau begitu, biarlah aku pulang dahulu untuk meminta ridha ibuku!!”
Pemuda
itu kembali lagi kepada ibunya dan menceritakan apa yang dialaminya
dengan lelaki tersebut. Mendengar penjelasan anaknya itu, sang ibu
berkata, “Yang datang kepadamu itu adalah malaikat yang ingin mengujimu.
Jika engkau bertemu lagi dengannya, tanyakan kepadanya, apakah lembu
ini boleh dijual?”
Ketika
sang pemuda kembali ke pasar dan bertemu dengan lelaki itu, yang tak
lain adalah malaikat, sang pemuda menyampaikan pertanyaan ibunya. Sang
malaikat berkata, “Sungguh aku diperintahkan Allah untuk memberitahukan,
agar kalian mempertahankan lembu itu. Suatu saat nanti akan terjadi
pembunuhan di kalangan Bani Israil, dan Nabi Musa bin Imran akan
membutuhkan lembu ini. Jika mereka datang untuk membelinya, janganlah
dilepaskan (dijual) kecuali dengan harga emas seberat timbangan lembu
itu…!!”
Begitulah,
ketika terjadi peristiwa pembunuhan misterius di kalangan Bani Israil,
dan Nabi Musa AS, atas perintah dari Allah SWT, mensyaratkan menyembelih
seekor lembu dengan spesifikasi tertentu, sebagaimana diabadikan dalam
QS Al Baqarah 67-73, lembu tersebut dibeli Bani Israil dengan harga yang
dipesankan malaikat tersebut.
0 Response to "Karena Taat Kepada Ibunya "
Post a Comment