CIRI ORANG BAHAGIA MENURUT ROSULULLOH SAW
Oleh: Akhmad Ali Khasanudin, S.Pd
SETIAP
orang pasti ingin bahagia. Sayangnya, sebagian orang menilai kebahagiaan
terletak pada harta dan materi. Artinya seseorang memandang dirinya dan
dipandang oleh orang lain sebagai orang yang bahagia kalau memiliki harta
melimpah, deretan mobil, hamparan tanah yang luas dan seabrek fasilitas dunia
lainnya.
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wassallam memiliki kriteria tersendiri untuk menilai apakah
seseorang masuk sebagai golongan yang bahagia atau tidak. Beliau berpandangan
bahwa bahagia itu bukan sebuah kondisi tapi pilihan. Kita bisa memilih untuk
menjadi orang yang bahagia meski pun kita bukan termasuk orang yang kaya.
Rasul
membahasakan bahagia dengan kata ‘thuba’
yang berarti beruntung, bahagia, dan sukses. Dari kata thuba inilah kita bisa
menemukan jejak-jejak orang yang bahagia untuk kita jadikan sebagai evaluasi
diri apakah diri kita sudah termasuk di dalamnya atau belum.
Pertama, orang yang bahagia adalah orang yang asing
dalam kesalehan.
Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda, “Beruntunglah orang yang
asing.” Sahabat bertanya, “Siapakah orang-orang asing itu?” Nabi menjawab,
“Orang asing (yang beruntung itu) adalah orang-orang shalih yang berada di
tengah masyarakat yang banyak melakukan keburukan, yang melakukan kemaksiatan
lebih banyak daripada yang melakukan ketaatan.”
Inilah
kriteria orang bahagia menurut Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam. Yakni orang
yang tetap istiqamah mengerjakan kebajikan, meski di sekelilingnya lebih pro
kepada keburukan. Orang asing seperti ini tidak ambil pusing dan peduli, apakah
ia dinilai negatif atau positif oleh orang-orang yang hanyut dalam sungai
kemaksiatan. Yang ia pedulikan adalah meraih ridha Allah Subhanahu Wata’ala. Ia
tidak ikut hanyut ke dalam arus keburukan yang sedang mengaliri kehidupan di
suatu zaman.
Orang
yang asing dalam kesalehan selalu berupaya
memiliki pendirian yang kuat, tidak berubah-ubah layaknya bunglon yang berubah
kulit pada masa tertentu. Pagi dan sore, siang dan malam, ia tetap konsisten
dalam mengabdi kepada Allah sembari terus berusaha memperbaiki diri dan orang
lain untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari waktu ke waktu.
Kedua, orang yang beriman kepada Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi Wassallam meski tidak menjumpainya.
Jumlah manusia yang beriman kepada Rasul dan semasa dengan beliau tidak sebanding dengan jumlah umat Islam yang hidup sepeninggalnya. Jarak waktu yang begitu panjang telah memisahkan antara kehidupan kita dengan masa Rasul. Di sinilah letak keistimewaannya. Meski tidak berjumpa secara langsung namun tetap beriman terhadap risalah yang disampaikan oleh Nabi. Orang-orang ini masuk dalam golongan kaum yang beruntung. Seperti sabda Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wassallam,
“Berbahagialah
orang yang melihatku dan beriman kepadaku dan berbahagialah dan (beruntunglah)
orang yang tidak melihatku dan beriman kepadaku (7x menyebut).” (HR. Bukhari).Jumlah manusia yang beriman kepada Rasul dan semasa dengan beliau tidak sebanding dengan jumlah umat Islam yang hidup sepeninggalnya. Jarak waktu yang begitu panjang telah memisahkan antara kehidupan kita dengan masa Rasul. Di sinilah letak keistimewaannya. Meski tidak berjumpa secara langsung namun tetap beriman terhadap risalah yang disampaikan oleh Nabi. Orang-orang ini masuk dalam golongan kaum yang beruntung. Seperti sabda Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wassallam,
Oleh
karena itu, kita harus mati-matian mempertahankan iman dalam hati kita sampai
akhir hayat. Godaan dan tantangan di depan semakin kuat dan keras. Kita memohon
kepada Allah agar menjadikan umur kita berakhir dalam keadaan iman, dalam
keadaan husnul khatimah.
Ketiga, orang yang beramal berdasar ilmu.
Kita pernah
bahkan sering mendengar ungkapan yang artinya, Ilmu tanpa amal seperti pohon
tanpa buah. Ilmu , sedikit atau banyak, yang sudah kita raih harus kita
amalkan. Mengamalkan suatu perbuatan harus didasari ilmu agar tahu mana yang
benar dan yang salah. Imam Bukhari pernah berkata, Ilmu sebelum beramal dan
berucap. Ucapan ini menunjukkan pentingnya ilmu sebagai dasar dalam melakukan
suatu tindakan.Oleh karenanya, menjadi sangat penting untuk mengamalkan ilmu dan mengamalkan sesuatu berdasarkan ilmu. Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda, “Berbahagialah orang yang beramal dengan ilmunya.” (HR. Bukhari)
Keempat, orang yang ikhlas.
Ikhlas
artinya bersih, suci, murni. Orang yang ikhlas (mukhlis) adalah orang yang
melakukan amal kebaikan karena Allah (Lillaahi ta`ala), tanpa embel-embel,
tanpa mengharap imbalan, pujian, dan penghargaan dari selain-Nya. Beramal
dengan ikhlas tidak akan membuat seseorang mabuk kepayang oleh pujian pun juga
tidak melemah karena hardikan dan cacian dari manusia.
Orang
yang ikhlas dikategorikan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam
sebagai orang yang beruntung, orang yang sukses, orang yang berhasil. Sabda
beliau, “Berbahagialah orang-orang yang ikhlas, mereka adalah pelita-pelita
hidayah yang dari mereka setiap fitnah yang gelap menjadi terang.” (HR. Abu Nu`aim).
Kelima, orang yang mampu menahan lidahnya.
Ada bunyi
pepatah, Lidahmu Harimaumu yang pas menggambarkan betapa besarnya pengaruh yang
ditimbulkan oleh lisan. Ucapan yang terlontar dari lisan tidak lagi bisa
ditarik. Ucapan itu menjadi catatan dalam kehidupan seseorang.
Lidah
memang bentuknya kecil namun akibat yang ditimbulkan begitu besar, lebih besar
dari bentuk lidah itu sendiri. Karenanya, Rasul memerintahkan kepada kita untuk
berkata baik. Kalau kita tidak mampu, maka diam adalah pilihan terbaik. Di
zaman penuh fitnah seperti sekarang ini, sangat penting untuk mengendalikan
ucapan. Tidak melepas dan melempar ucapan dengan begitu
mudah.
Perhatikan
dan lihat baik-baik apakah pada ucapan yang akan kita sampaikan, mengandung
manfaat atau sebaliknya. Jika bermanfaat, sampaikanlah. Jika tidak, tahan dan
ini jauh lebih selamat.
Siapa yang mampu mengendalikan lidahnya ia
akan tergolong sebagai orang yang beruntung. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi
Wassallam bersabda, “Berbahagialah
orang yang dapat menahan lidahnya…” (HR. Baihaqi).
Mudah-mudahan
dengan ciri –ciri orang bahagia tersebut, bisa
memberikan gambaran akan makna kebahagiaan yang sebenarnya kepada kita.Sehingga
dapat
mengantarkan kita untuk meraih kebahagiaan
dunia dan akhirat.Wallohu a’lam bishshowab....
0 Response to "CIRI ORANG BAHAGIA MENURUT ROSULULLOH SAW"
Post a Comment