GITU AJA KOK MARAH!
Oleh:
Akhmad Ali Khasanudin, S.Pd
Saat
ini, sangat mudah orang mengumbar amarah. Sering karena hal sepele orang bisa
marah. Tidak jarang, rasa marah itu berujung pada pertikaian. Hanya
karena senggolan motor, orang bisa marah. Hanya karena rebutan jalur saat berkendara, orang bisa melontarkan sumpah serapah. Hanya karena
rebutan penumpang, antar kernet angkutan kota bisa saling caci-maki. Hanya karena sepakbola,
antara pendukung masing-masing klub bisa saling tawuran. Saat jagonya dikalahkan
dalam pilkada,
para pendukungnya tak sedikit yang kemudian melakukan kasi anarkis dan
perusakan. Saat foto
presidennya diinjak-injak, para pemujanya mengutuk habis-habisan.
Di sisi lain, saat
Baginda Rasulullah SAW dihina, banyak muslim
diam seribu bahasa. Jangankan marah, tergetar hatinya pun tidak. Saat Alquran
diinjak-injak oleh orang-orang kafir, tak sedikit muslim
yang adem-ayem saja. Jangankan marah, sedikit peduli pun tidak. Saat rutusan
bahkan ribuan umat Islam
di negeri lain dibantai, kebanyakan kita pun hanya mengelus dada. Saat
tempat-tempat suci seperti masjid diledakkan, saat hijab muslimah dilecehkan,
kebanyakan kita pun tak tergerak untuk sakadar menunjukkan amarah. Bahkan pada
saat sebagian umat marah dengan melakukan demonstrasi
mengutuk berbagai penodaan dan penghinaan simbol-simbol kesucian Islam dan kaum muslim,
ramai-ramai para penguasa
atau pejabat negara berusaha meredam amarah umat tersebut, bahkan tak segan
menghalangi dengan kekerasan para demonstran itu.
Islam sebagai agama yang
sempurna tentu mempunyai aturan tentang marah. Marah bukan hanya boleh, bahkan
harus, saat kehormatan Allah SWT dan Rasul-Nya dilanggar. Sebaliknya, marah
justru dilarang jika didorong oleh sentimen etnis, kelompok, golongan atau
kebangsaan (’ashabiyah) karena semua itu hanya bersumber dari hawa
nafsu dan setan.
Kita harus meneladani Baginda Rasulullah SAW,
kapan dan bagaimana beliau marah. Rasulullah SAW adalah manusia yang paling
mampu mengendalikan dirinya dan paling bagus akhlaknya. Beliau adalah orang
yang paling penyayang dan lembut. Sesungguhnya Nabi SAW adalah orang
yang lebih pemalu dari para gadis pingitan, jika melihat sesuatu yang beliau
benci, akan diketahui dari wajahnya (HR al-Bukhari).
Kita
bisa melihat dari sejarah Islam, bagaimana Rasulullah ketika berdakwah
menghadapi berbagai macam hinaan dan kekerasan. Beliau pernah dikatakan orang
gila, diludahi, dilempari batu, bahkan beliau pernah akan dibunuh, tetapi
Rasulullah tetap bersabar.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلاً قَالَ
لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوْصِنِي، قَالَ : لاَ تَغْضَبْ
فَرَدَّدَ مِرَاراً، قَالَ: لاَ تَغْضَبْ
“Dari Abu Hurairah r.a. sesungguhnya seseorang bertanya kepada Rasulullah saw. : (Ya Rasulallah) nasihatilah saya. Beliau bersabda : Jangan kamu marah. Seseorang itu menanyakan hal itu berkali-kali. Maka beliau bersabda : Jangan engkau marah.” (HR. Bukhori )
Syaikh As Sa’di rohimahulloh mengatakan, “Sebaik-baik orang ialah yang keinginannya tunduk mengikuti ajaran Rasul shollallohu ‘alaihi wa sallam, yang menjadikan murka dan pembelaannya dilakukan demi mempertahankan kebenaran dari rongrongan kebatilan. Sedangkan sejelek-jelek orang ialah yang suka melampiaskan hawa nafsu dan kemarahannya. Laa haula wa laa quwwata illa billaah” (lihat Durrah Salafiyah).
Orang yang paling kuat adalah orang yang bisa menahan
dan mengendalikan amarahnya. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah saw menyatakan :
“Orang
kuat bukanlah orang yang menang bergulat, tetapi yang disebut orang kuat adalah
orang yang bisa mengendalikan dirinya pada saat marah”.[HR. Bukhari dan Muslim]
Marah (ghadlab) merupakan fithrah
yang telah diberikan Allah kepada setiap manusia. Setiap manusia
pasti pernah merasakan rasa amarah. Namun demikian, Islam telah
memerintahkan umatnya agar bisa menahan amarah. Allah swt
berfirman, artinya :
“Dan
bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya
seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu)
orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit,
dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imron : 133-134)
Ayat ini menjelaskan bahwa mengendalikan amarah adalah salah satu sifat orang-orang yang bertaqwa. Bahkan akan lebih utama lagi apabila ia memaafkan kesalahan orang yang membuat dirinya marah. Dalam sebuah hadits qudsi disebutkan bahwa Nabi Musa as pernah bertanya kepada Allah swt:
“Ya
Rabbi! Siapakah di antara hambaMu yang lebih mulia menurut pandanganMu?
Allah berfirman,”Ialah orang yang apabila berhasil menguasai musuhnya dapat
segera memaafkannya.”[HR. Kharaithi dari Abu Hurairah].
Atas dasar
itu, orang yang memiliki kemuliaan tinggi adalah orang yang mampu memaafkan
musuh-musuhnya. Sungguh, memaafkan orang-orang yang telah menyakiti dan
memusuhi kita merupakan perkara yang sangat berat dan membutuhkan pengendalian
emosi.
Namun demikian, seorang muslim harus
membenci dan marah tatkala ia menyaksikan kemungkaran dan
kemaksiyatan. Ia tidak boleh ridlo dan cenderung terhadap
kemungkaran dan kemaksiyatan. Allah SWT berfirman:
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang dzalim yang
menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiadak mempunyai
seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi
pertolongan.”[Huud:113]
Atas dasar itu, kaum muslim harus bisa mengendalikan
rasa marahnya, dan memenejnya sesuai dengan aturan-aturan Islam. Kita
dilarang untuk mudah marah dan mengatakan sumpah serapah yang tidak terkendali.
Namun apabila seorang muslim melihat kemungkaran atau kemaksiyatan maka hatinya
harus marah dan berusaha untuk mengubah kemungkaran tersebut.
Sebaliknya, ia akan bergembira tatkala menyaksikan perintah Allah swt dijunjung
tinggi.
Wallahu a’lam bishshawab …
0 Response to "GITU AJA KOK MARAH!"
Post a Comment